Jika jarak
bisa digulung seperti senar layang-layang
kutarik kau
biar kering sudah darah itu terbawa burung jalak
entah kemana mungkin ke penantian sudut mimpi.
Mana memar
yang lukai hatimu.
Di sini
jantungku sesak menghitung helai rambut
sang malam serta bintang di sapuan angkasa.
Ini mimpi
episode sembilan sembari menyulam regangan waktu berserakan
bersama kepiting penenung yang berjalan gontai ke arah pantai.
Kuselipkan
napas di kantung waktumu seraya memandangi
jarum berdetak menguap pagi pergi.
Bentangkan
jadi selimut malam bersulur
biru dimana engkau terpejam
dalam hitam.
Kita belum
bisa berkata
belum
sekarang atau mungkin tidak akan.
Jika jarak
bisa digulung akan kutarik kau
dari hutan pinus yang
sesatkan
arti jelaga.
Kukeringkan
danau agar engkau tak
lagi wajib bercermin
dan kura-kura
enggan menyapihmu dalam dahaga.
Kubebaskan
dirimu tanpa kata-kata
tanpa ajian membelah bianglala.
Hanya
pelukan dari jemari
berpeluh yang rindu airmatamu dan kamu
serta
kata maaf yang dulu diajarkan orangtua kita tanpa lekukan ombak seperti salah
satu lukisan hitam-putihmu.
Begitu
sederhana, begitu saja.
(19 November 2008)
No comments:
Post a Comment